Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Peretasan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 515/Pid.Sus/2021/PN Ckr)

Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Peretasan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 515/Pid.Sus/2021/PN Ckr)

Authors

  • Bitus Tanjung Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM
  • Marjan Miharja Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Keywords:

Cybercrime, peretasan, pemidanaan

Abstract

Kemajuan ilmu dan teknologi ikut membuat jenis dan bentuk kejahatan semakin canggih, ragam, rumit, dan sulit di pecahkan. Tak hanya itu, kejahatan yang sering terjadi juga makin mengabaikan batas-batas negara. fenomena kejahatan siber (cybercrime) yang sedang berkembang saat ini adalah peretasan (hacking). Peretasan (hacking) adalah suatu proses menganalisis, memodifikasi, menerobos masuk ke dalam komputer maupun jaringan komputer baik untuk memperoleh keuntungan maupun dimotivasi oleh tantangan. Rumusan dalam penelitian ini yaitu bagaimana  Penerapan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana peretasan dan bagaimana Analisa pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Cikarang dalam menjatuhkan putusan 515/Pid.Sus/2021/PN Ckr. Metode yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu suatu metode penelitian di mana hukum dikonsepkan sesuai dengan yang tertulis di dalam undang-undang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah konsep-konsep, teoriteori, asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Hasil yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu tindakan peretasan sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tindak pidana hacking diatur dalam pasal 30 ayat (1), (2), (3). Mengenai sanksi pidana yang diterapkan tertuang dalam Pasal 46 ayat (1), (2), (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-Undang ITE juga melakukan pemberatan penjatuhan pidana atas tindakan peretasan, yaitu sesuai dengan objek dan subjek tindakan peretasannya. Berdasarkan objek peretasannya diberatkan dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang ITE, yaitu pemberatan penjatuhan hukuman pidana apabila objek diretas adalah sistem elektronik yang dimiliki oleh pemerintah atau sistem yang dipergunakan untuk pelayanan publik.

References

Buku:

Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2002)

Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Maskun, Kejahatan Cyber Crime, ( Jakarta : Kencana, 2013)

Sunarso Siswanto, 2009, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Kasus Prita Mulyasari, Rineka Cipta, Jakarta

Undang-Undang:

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Downloads

Published

2024-08-31

How to Cite

Tanjung, B., & Miharja, M. (2024). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Peretasan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 515/Pid.Sus/2021/PN Ckr). IBLAM LAW REVIEW, 4(4), 100–110. Retrieved from https://ejurnal.iblam.ac.id/IRL/index.php/ILR/article/view/471
Loading...